Tahap Perkembangan Anak Usia Dini
Posted By Admin
Selasa, 13 Maret, 2012, 16:30
Selasa, 13 Maret, 2012, 16:30
Anak
usia dini merupakan generasi penerus bangsa yang perlu mendapatkan
perhatian serius. Sejak lahir, anak memiliki berbagai potensi yang
dikaruniakan Tuhan.
Potensi tersebut perlu dirangsang dan difasilitasi agar dapat berkembang dengan optimal. Banyak ahli menyatakan bahwa masa anak usia dini merupakan masa peka dan amat penting bagi perkembangan anak.
Stimulasi terhadap anak yang dilakukan oleh orangtua maupun orang lain
disekitar lingkungan anak akan membekas kuat dan tahan lama. Kesalahan
sedikit dalam memberikan stimulasi akan berdampak negatif jangka panjang
yang sulit diperbaiki. Roseau (Slamet Suyanto, 2003: 2-3) menggambarkan
bahwa: masa peka tersebut ibarat saat yang tepat bagi seorang tukang
besi untuk menempa besi yang dipanaskan. Para penempa pasti tahu benar
kapan besi harus ditempa. Terlalu awal ditempa, besi sulit dibentuk dan
dicetak. Sebaliknya apabila terlambat menempa maka besi akan hancur.
Jadi saat yang paling baik bagi seorang anak untuk memperoleh evaluasi pendidikan yang tepat adalah saat usia dini.
Senada
dengan hal tersebut, Santrock & Yussen (Solehuddin, 1997: 2)
memandang usia prasekolah atau balita sebagai fase yang sangat
fundamental bagi perkembangan individu. Lebih lanjut mereka menyatakan
bahwa masa usia balita sebagai masa terbentuknya kepribadian dasar
individu dan pada masa ini penuh dengan kejadian-kejadian penting dan
unik (a higly eventful and unique period of life) peletakkan dasar
kehidupan seseorang dimasa dewasa yntuk Menemukan Makna Hidup.
Pada masa usia dini, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental sangat pesat.
Sel-sel tubuh anak tumbuh dan berkembang dengan cepat. Pada tahap awal
perkembangan janin sampai anak lahir, terjadi perkembangan sel-sel otak
luar biasa. Kemudian setelah lahir terjadi proses mielinasi dari sel-sel
syaraf dan pembentukan hubungan antar sel syaraf. Makanan bergizi dan
seimbang serta stimulasi terhadap anak sangat diperlukan untuk mendukung
perkembangan otak anak. Oleh karena itu pada masa usia dini ini (0-6
tahun) sering disebut dengan masa emas atau golden age.
Stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak pada tahap ini hendaknya dapat dilakukan pada aspek-aspek perkembangan anak,
baik perkembangan kognitif, perkembangan fisik atau motorik,
perkembangan sosial-emosional anak, perkembangan kemampuan berbahasa dan
perkembangan lainnya.
Hurlock
(1978: 26) menjelaskan bahwa pada anak usia prasekolah 2-5 tahun adalah
masa penting dari keseluruhan tahap perkembangan. Pada tahap ini
terjadi proses peletakan dasar struktur perilaku kompleks yang dibangun
sepanjang dalam Kehidupan anak. Dengan
perkembangan sel-sel syaraf anak yang pesat dan stimulasi yang tepat
akan menyebabkan berfungsinya mental anak untuk memahami dan mengerti
kondisi lingkungannya.
Hal inilah menyebabkan anak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial di sekelilingnya. Keluarga
sebagai lingkungan pertama bagi anak memegang peran penting dalam
meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan anak usia dini,
disamping peran lembaga pendidikan (Taman Kanak-kanak, Kelompok
bermain, Taman Penitipan Anak) dan lingkungan masyarakat. Hal ini
disebabkan, karena hampir 80% waktu dalam kehidupan sehari-hari anak
digunakan untuk bermain, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
orang-orang dilingkungan keluarga, Bermain Adalah Dunia Belajar Anak.
Selain
itu juga, perlu disadari bahwa layanan lembaga PAUD belum dapat
menggantikan peran keluarga dalam pendidikan anak, tetapi hanyalah
berfungsi memperkuat layanan kebutuhan anak untuk dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Bahkan secara ekstrim dapat dikatakan jika
keluarga mampu mendidik dan menstimulasi tumbuh kembang anak secara
mandiri melalui kegiatan sehari-hari di rumah maupun lingkungan
kesehariannya, maka mengikutsertakan anak dalam satuan PAUD bukanlah
suatu keharusan.
Tetapi
harus diakui pula bahwa realitas di masyarakat hanya sedikit keluarga
mampu melakukan itu, untuk itulah masih tetap dibutuhkan keberadaan
satuan-satuan PAUD formal maupun non formal sampai waktunya semua
keluarga memiliki kemampuan tersebut, meski hal tersebut sangat tidak
mungkin juga.
Peran
orangtua dalam menstimulasi tumbuh kembang anak usia dini memang
memiliki peran penting dalam meningkatkan perkembangan potensi anak.
Akan tetapi, hal ini belum berjalan secara optimal. Hal ini disebabkan
berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut, antara lain: rendahnya
pengetahuan orang tua tentang pendidikan bagi anak usia dini, kurangnya
kemampuan orang tua dalam menstimulasi perkembangan anak dengan
berbagai strategi pengembangan potensi anak, masih
adanya sebagian masyarakat hanya menggandalkan pengetahuan yang bersifat
turun-temurun guna menstimulasi perkembangan anak, minimnya partisipasi
atau dukungan orang lain dalam keluarga dalam stimulasi perkembangan
anak karena alasan kesibukan pekerjaan dan aktivitas lain di luar rumah
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan peningkatan
kapasitas orang tua dalam menstimulasi tumbuh kembang anak usia dini
merupakan progam strategis guna membantu keluarga-keluarga di masyarakat
agar mampu mendampingi anak usia sesuai dengan karakteristik dan
perkembangannya.
Fase-fase Perkembangan Anak Usia Dini:
Menurut
para ahli, pada usia dini terjadi beberapa periode perkembangan. Pada
setiap tahap perkembangan, seorang anak secara umum akan memperlihatkan
ciri-ciri khusus atau karakteristik tertentu yang hampir sama. Menurut
Comenius (Kartini Kartono, 1986: 34) periode perkembangan seorang anak terdiri empat tahap.
Salah
satu tahap tersebut adalah tahap 0-6 tahun atau periode sekolah-ibu.
Periode 0-6 tahun disebut periode sekolah ibu, karena hampir semua usaha
bimbingan, perawatan, pemeliharaan, dan pendidikan anak berlangsung di
dalam keluarga yang dilakukan oleh ibu. Berikut akan diuraikan tentang fase-fase perkembangan anak usia dini.
a. Anak usia 0-2 tahun
Secara
umum pada masa bayi anak usia 0-2 tahun, anak mengalami perubahan yang
pesat bila dibandingkan dengan yang akan dialami pada fase-fase
berikutnya. Anak sudah memiliki kemampuan dan keterampilan dasar yang
berupa: keterampilan lokomotor (berguling, duduk, berdiri, merangkak dan
berjalan), keterampilan memegang benda, penginderaan (melihat, mencium,
mendengar dan merasakan sentuhan), maupun kemampuan untuk mereaksi
secara emosional dan sosial terhadap orang-orang sekelilingnya.
Segala
bentuk stimulus (verbal maupun nonverbal) dari orang lain akan mendorong
anak untuk belajar tentang pengalaman-pengalaman sensori dan ekspresi
perasaan meskipun anak belum mampu memahami kata-kata. Menurut Monks
(1992:74-75) menyatakan bahwa stimulasi verbal ternyata sangat penting
untuk perkembangan bahasa. Hal ini disebabkan kualitas dan kuantitas
vokalisasi seorang anak dapat bertambah dengan pemberian reinforsement
verbal. Stimulasi verbal yang terusmenerus juga akan memudahkan anak
untuk belajar melafalkan suara-suara dan Dapat disimpulkan bahwa anak
usia dini merupakan masa yang kritis dalam sejarah perkembangan manusia.
Masa anak usia dini ini terjadi pada anak usia 0-6 tahun atau sampai
anak mengikuti pendidikan pada jenjang pendidikan anak usia dini atau
prasekolah. Pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik dan psikis yang
sangat pesat. gerakan-gerakan yang mengkomunikasikan suasana emosinya,
seperti marah, cemas, tidak setuju dan lain-lain.
b. Anak usia 2-3 tahun
Pada
fase ini anak sudah memiliki kemampuan untuk berjalan dan berlari. Anak
juga mulai senang memanjat, meloncat, menaiki sesuatu dan lain
sebagainya.
Solehuddin
(1997: 38) berpendapat bahwa pada anak usia 2-3 tahun lazimnya sangat
aktif mengeksplorasi benda-benda di sekitarnya. Anak memiliki kekuatan
observasi yang tajam. Anak juga menyerap dan membuat perbendaharaan
bahasa baru, mulai belajar tentang jumlah, membedakan antara konsep satu
dengan banyak dan senang mendengarkan cerita-cerita sederhana, yang
kesemuanya diwujudkan anak dalam aktivitas bermain maupun komunikasi
dengan orang lain. Kemampuan anak menguasi beberapa patah kata juga
mulai berkembang. Anak mulai senang dengan perckapan walaupun dalam
bentuk dan kalimat yang sederhana. Selain itu juga, sikap egosentrik
anak sangat menonjol. Anak belum bisa memahami persoalan-persoalan yang
dihadapinya dari sudut pemikiran orang lain. Anak cenderung melakukan
sesuatu menurut kemauannya sendiri tanpa memperdulikan kemauan dan
kepentingan orang lain. Sebagai contoh, anak sering merebut mainan dari
orang lain jika anak menginginkannya.
c. Anak usia 3-4 tahun
Secara
umum, anak pada fase ini masih mengalami peningkatan dalam berperilaku
motorik, sosial, berfikir fantasi maupun kemampuan mengatasi frustasi.
Untuk kemampuan motorik, anak sudah menguasai semua jenis
gerakan-gerakan tangan, seperti memegang benda atau boneka. Akan tetapi
sifat egosentriknya masih melekat. Tingkat frustasi anak juga cenderung
menurun. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kemampuan dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan yang dialaminya secara lebih aktif atau sudah ada
sifat kemandirian anak. Pada usia ini anak memiliki kehidupan fantasi
yang kaya dan menuntut lebih banyak kemandirian. Dengan kehidupan
fantasi yang dimilikinya ini, anak akan memperlihatkan kesiapannya untuk
mendengarkan cerita-cerita secara lebih lama, bahkan anak juga sudah
dapat mengingatnya. Selanjutnya dengan sifat kemandirian yang
dimilikinya mulai membuat anak tidak mau banyak diatur dalam
kegiatankegiatannya. Pada aspek kognitif anak juga sudah mulai mengenal
konsep jumlah, warna, ukuran dan lain-lain.
d. Anak usia 4-6 tahun
Ciri
yang menonjol anak pada usia ini adalah anak mempunyai sifat
berpetualang (adventuroussness) yang kuat. Anak banyak memperhatikan,
membicarakan atau bertanya tentang apa sempat ia lihat atau didengarnya.
Minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan benda-benda di
sekitarnya membuat anak senang bepergian sendiri untuk mengadakan
eksplorasi terhadap lingkugan disekitarnya sendiri. Pada perkembangan
motorik, anak masih perlu aktif melakukan berbagai aktivitas. Sejalan
dengan perkembangan fisiknya, anak usia ini makin berminat terhadap
teman sebayanya. Anak sudah menunjukkan hubungan dan kemampuan
bekerjasama dengan teman lain terutama yang memiliki kesenangan dan
aktivitas yang sama. Kemampuan lain yang ditunjukkan anak adalah anak
sudah mampu memahami pembicaraan dan pandangan orang lain yang
disebabkan semakin meningkatnya keterampilan berkomunikasi.
Berdasarkan
tahap perkembangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak usia dini
merupakan masa yang kritis dalam sejarah perkembangan manusia. Masa anak
usia dini ini terjadi pada anak usia 0-6 tahun atau sampai anak
mengikuti pendidikan pada jenjang pendidikan anak usia dini atau
prasekolah. Pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik dan psikis yang
sangat pesat.
Tugas-tugas Perkembangan Anak Usia Dini
Labels: perkembangan anak
Salam hangat kepada para pendidik di rumah, di sekolah Pendidikan anak usia dini (PAUD) maupun di Taman Kanak-Kanak. Pada Artikel kali ini kita akan membahas tentang tugas yang sesuai untuk anak dalam masa perkembangannya. Sebagai pengetahuan dalam mempelajari artikel ini, anda bisa membaca artikel sebelumnya tentang "Aspek-aspek perkembangan anak usia dini" dan artkel "Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini".
Tugas perkembangan merupakan
suatu tugas yang muncul dalam suatu periode tertentu dalam kehidupan
individu. Tugas tersebut harus dikuasai dan diselesaikan oleh individu,
sebab tugas perkembangan ini akan sangat mempengaruhi pencapaian
perkembangan pada masa perkembangan berikutnya. Menurut Havighurst, jika
seorang individu gagal menyelesaikan tugas perkembangan pada satu fase
tertentu, maka ia akan mengalami kegagalan dalam pencapaian tugas
perkembangan pada masa berikutnya.
Pada setiap masa perkembangan
individu, ada berbagai tugas perkembangan yang harus dikuasai, adapun
tugas perkembangan masa kanak-kanak menurut Carolyn Triyon dan J. W.
Lilienthal (Hildebrand, 1986 : 45) adalah sebagai berikut :
a) Berkembang menjadi pribadi
yang mandiri. Anak belajar untuk berkembang menjadi pribadi yang
bertanggung jawab dan dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri sesuai
dengan tingkat perkembangannya di usia Taman Kanak-kanak.
b) Belajar memberi, berbagi dan
memperoleh kasih sayang. Pada masa Taman Kanak-kanak ini anak belajar
untuk dapat hidup dalam lingkungan yang lebih luas yang tidak hanya
terbatas pada lingkungan keluarga saja, dalam masa ini anak belajar
untuk dapat saling memberi dan berbagi dan belajar memperoleh kasih
sayang dari sesama dalam lingkungannya.
c) Belajar bergaul dengan anak
lain. Anak belajar mengembangkan kemampuannya untuk dapat bergaul dan
berinteraksi dengan anak lain dalam lingkungan di luar lingkungan
keluarga.
d) Mengembangkan pengendalian
diri. Pada masa ini anak belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan
tuntutan lingkungannya. Anak belajar untuk mampu mengendalikan dirinya
dalam berhubungan dengan orang lain. Pada masa ini anak juga perlu
menyadari bahwa apa yang dilakukannya akan menimbulkan konsekuensi yang
harus dihadapinya.
e) Belajar bermacam-macam peran orang dalam masyarakat. Anak
belajar bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada berbagai jenis
pekerjaan yang dapat dilakukan yang dapat menghasilkan sesuatu yang
dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat menghasilkan jasa bagi orang lain.
Contoh, seorang dokter mengobati orang sakit, guru mengajar anak-anak
di kelas, pak polisi mengatur lalu lintas, dan lain sebagainya.
f) Belajar untuk mengenal tubuh
masing-masing. Pada masa ini anak perlu mengetahui berbagai anggota
tubuhnya, apa fungsinya dan bagaimana penggunaannya. Contoh, mulut untuk
makan dan berbicara, telinga untuk mendengar, mata untuk melihat dan
sebagainya.
g) Belajar menguasai ketrampilan
motorik halus dan kasar. Anak belajar mengkoordinasikan otot-otot yang
ada pada tubuhnya, baik otot kasar maupun otot halus. Kegiatan yang
memerlukan koordinasi otot kasar diantaranya berlari, melompat,
menendang, menangkap bola dan sebagainya. Sedangkan kegiatan yang
memerlukan koordinasi otot halus adalah pekerjaan melipat, menggambar,
meronce dan sebagainya.
h) Belajar mengenal lingkungan
fisik dan mengendalikan. Pada masa ini diharapkan anak mampu mengenal
benda-benda yang ada di lingkungan, dan dapat menggunakannya secara
tepat. Contoh, anak belajar mengenal ciri-ciri benda berdasarkan ukuran,
bentuk, dan warnanya. Selain dari itu, anak dapat membandingkan satu
benda dengan benda lain berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki benda
tersebut.
i) Belajar menguasai kata-kata
baru untuk memahami anak/orang lain. Anak belajar menguasai berbagai
kata-kata baru baik yang berkaitan dengan benda-benda yang ada di
sekitarnya, maupun berinteraksi dengan lingkungannya.
Contoh, anak dapat menyebutkan nama suatu benda, atau mengajak anak lain untuk bermain, dan sebagainya.
j) Mengembangkan perasaan
positif dalam berhubungan dengan lingkungan. Pada masa ini anak belajar
mengembangkan perasaan kasih sayang terhadap apa-apa yang ada dalam
lingkungan, seperti pada teman sebaya, saudara, binatang kesayangan atau
pada benda-benda yang dimilikinya.
Pada masa pendidikan anak usia dini (PAUD) maupun masa taman kanak-kanak
anak akan cenderung melakukan pembelajaran seperti yang telah
disebutkan diatas. Untuk itulah sebagai pendidik anda harus bisa
menyesuaikan tugas-tugas dalam periode perkembangan anak ini, hal itu
dimaksudkan agar proses pembelajaran anak bisa berjalan efektif dan
efisien.
Pada dasarnya anak selalu
mengalami perkembangan. Perkembangan akan menjadi media bagi anak untuk
belajar dan mengenal lingkungannya. Pada artikel selanjutnya kita akan
membahas tentang perkembangan kognitif yang terjadi pada anak di masa prasekolah.
July 22nd,
2011
Oleh : Dr.
Anggani Sudono
Bermain
adalah pengalaman langsung yang efektif dilakukan anak usia dini dengan atau
tanpa alat permainan, (Olson, Bruner, Heinich et al, 1996). Bagi anak, ini
merupakan kesempatan yang menyenangkan. Ia melakukannya dengan sukarela. Ketika
bermain anak bereksplorasi, menemukan sendiri hal yang sangat membanggakannya,
bermain merupakan kegiatan spontan, tanpa beban, ketika bermain anak
mengembangkan diri dalam berbagai perkembangan emosi, sosialnya, fisik dan
intelektualnya. (Dockett, 1996)
Tahapan Bermain Anak Usia Dini
Terdapat
sebelas tahapan bermain bagi anak usia dini, masing–masing :
- Sensorimotor. Bermain dengan panca indranya dan anggota badan;
- Bermain fungsional. Bermain dengan menggunakan anggota tubuhnya;
- Bermain pengamat/onlooker play. Anak tidak memainkan sendiri, melainkan menjadi pengamat saja. Dengan melihat anak lain bermain, ia sudah puas;
- Bermain pasif. Melakukan kegiatan bermain tanpa gerakan aktif seperti menonton tv, mendengarkan musik;
- Bermain aktif. Melakukan kegiatan bermain dengan keaktifan tubuhnya;
- Bermain soliter. Bermain sendiri tanpa membutuhkan teman;
- Bermain paralel. Bermain berdekatan dengan anak lain, namun tidak ada interaksi keduanya;
- Bermain sosial. Bermain bersama teman dengan interaksi dan sosialisasi;
- Bermain kooperatif. Bermain bersama teman dengan peran, tugas masing–masing;
- Bermain peran. Bermain memerankan berbagai profesi, atau benda, terjadinya megakomunikatif, dimana anak mampu berbicara melebihi kemampuannya dengan menggambarkan situasi yang sebenarnya; dan
- Bermain simbolik. Bermain dengan simbol–simbol berupa berbagai pesan.
(Piaget,
1962; Parten, 1932; Smilanski, 1995)
Analisis Kebutuhan Bermain Pada Anak
Usia Dini
Bermain,
adalah alamiah bagi anak. Ketika bermain anak merasa nyaman, tidak ada beban.
Anak itu selalu aktif, tidak pernah kehabisan enerjinya. Bermain terjadi tanpa
harus bertujuan khusus. Anak berekplorasi secara aktif. Kesempatan menemukan
sendiri terjadi secara spontan. Anak bebas berimajinasi, kreativitas tumbuh dan
muncul tanpa disengaja. Alat permainan yang dimainkan dapat berfungsi seperti
apa saja pemahamannya. Gelas yang ia pegang dapat dianggap sebagai kapal
terbang. Bermain bagi anak seperti pelampiasan kemarahan. Bisa jadi terapi bagi
anak yang bermasalah.
Pengulangan–pengulangan
yang dilakukan membuat ia percaya diri. Dalam memainkan balok bisa episodik ada
tahapan mula, tengah dan akhir permainan. Dengan bermain anak dapat
menyembunyikan ketidaknyamanannya di tempat baru.
Persyaratan Bermain Anak Usia Dini
Syarat utama
bagi anak usia dini adalah kesempatan dan waktu bermain yang cukup. Lingkungan
dan suasana yang mengundang anak untuk bermain, sangat menentukan. Perasaan
sangat berperan, bahwa ia diperkenankan bermain, tidak ada salah atau benar,
tanpa ada rasa takut.
Ada beberapa
macam suasana pembelajaran bermain yang dapat diciptakan oleh pendidik,
pengasuh, petugas atau pendamping dengan sadar atau tidak sadar yang
menghasilkan perilaku tertentu pada anak. (Homann, Weikart, 1995)
Pertama
bermain dalam suasana bebas, apa saja dapat ia lakukan. Anak memilih sesuai
minat, ia bisa menentukan kurikulumnya sendiri. Gurunya mempersiapkan segala
alat permainan yang mungkin menjadi pilihan anak. Guru akan membantu bila ia
diminta anak. Disini anak yang biasa mandiri akan mencuat, ia dapat menentukan
perkembangan percepatan kemampuannya. Di lain pihak anak yang mendapat pola
asuh ketergantungan akan merasa hilang, tidak tahu apa yang akan dilakukan,
yang berakibat anak frustasi dan tidak betah dan nyaman di tempat belajarnya.
Kedua,
bermain dalam suasana terpimpin. Guru menentukan kegiatannya, guru merancang
sesuai kurikulum yang dibuatnya. Anak mengikuti saja perintah dan apa yang
dirancang guru. Disini anak akan dilatih, dan di drill menjadi penurut, untuk
menyelesaikan tugasnya.
Ketiga,
kesempatan bermain dengan beragam alat permainan dan kegiatan bermain sesuai
minat anak dengan diberi dukungan/ support guru. Kurikulum ditentukan
anak sendiri. Anak memilih kegiatannya dan mencipta apa yang akan ia lakukan.
Guru melihat pilihan anak dan mendukung ide anak, dengan menawarkan sekiranya
ada kebutuhan untuk menuntaskan idenya. Alat permainan dipersiapkan dengan
memperhitungkan beragam minat anak. Dapat mendukung intelegensi jamak anak
didiknya. (Gardner, 1983)
Jenis–jenis Permainan Anak Usia Dini
Jenis alat
permainan anak usia dini tidak terhingga banyaknya. Karena apa saja dapat
menjadi alat permainan baginya. Selembar kerta pun bisa jadi mainan bagi anak
usia dini. (Sudono, 2002)
Jenisnya
dapat ditentukan dengan melihat tujuan perkembangan anak yang mana yang akan
ditingkatkan. Segi emosi-sosialnya, yaitu empati, berbagi perasaan, fisik yaitu
motorik kasar atau halusnya atau mau mengembangkan kognitifnya? Yang juga dapat
diperluas ragamnya, yakni mengembangkan kemampuan matematika, bahasa,
kreativitas, ipa atau sains.
Ada juga
yang menyebutkan jenis sesuai kegunaannya, seperti semua alat permainan untuk
membangun. Maka semua bentuk balok, seperti balok kecil, balok besar, balok kardus,
balok kubus, balok susun dan tongkat–tongkat, lidi, korek api, kardus-kardus
semua digolongkan alat permainan untuk membangun.
Semua alat
permainan dapat menjadi multi guna. Ketika membangun, perkembangan kognitif
anak melejit. Kemampuan berbahasa anak meningkat. Penalaran dengan menyebutkan
konsep bentuk–bentuk, matematis, kreativitasnya muncul. Anak bermain bersama
teman berarti perkembangan sosialnya tumbuh. Pula, segi fisik seperti motorik
halusnya ketika menyusun, motorik kasar lebih berkembang ketika anak mengangkut
balok yang berat-berat.
Disinilah
peran pendidik, pengasuh, petugas, pendamping untuk berinteraksi, memanfaatkan
waktu yang tepat, melihat apa yang sudah atau belum diketahui anak.
Merancang Alat Bermain
Merancang
dan mencipta alat permainan membutuhkan pengetahuan yang memenuhi persyaratan.
Misalnya bila dibuat dari kayu, serat kayu dipilih yang halus agar tidak
menyusupi (nlusupi, jw) tangan anak. Bila ada sudut-sudut maka perlu
dipertumpul, agar aman dan tidak membuat anak cedera bila ada yang terpukul.
Bila
menggunakan warna maka harus menggunakan pewarna non-toxid,
artinya tidak mengandung bahan kimia yang meracuni anak. Banyak anak yang
memiliki kebiasaan memasukkan benda ke mulut, atau mengenal lingkungan lewat
mulut.
Pembuatan alat
permainan yang menyangkut ukuran-ukuran harus akurat. Sehingga anak dapat
menemukan konsep persamaan, perbedaan, sama panjang, sama berat dan sebagainya.
Keamanan
dalam pembuatan permainan perlu dipikirkan. Alat permainan yang terbuat dari
bahan kain cukup aman. Pencuciannya mudah apabila isinya bukan kapuk. Mata
boneka atau binatang dari kain lebih aman dibordir, karena tidak bisa
digigit. Alat permainan yang cocok bagi anak usia dini 0-3 tahun adalah
permainan ini.
Pembuatan
beragam puzzle harus memperhitungkan keterampilan memasang kembali dari
anak-anak. Potongan puzzle bervariasi, dari potongan satu sampai tiga
puluh yang lebih kompleks, sehingga peruntukan puzzle bervariasi.
Ada yang menantang ada yang terlalu mudah. Selalu dipikirkan agar kesemuanya
berimbang.
Anak
memiliki rasa estetika. Janganlah alat permainan yang tersedia atau buatan
sendiri terkesan “rencek” tidak bermutu, tidak rapi dan tidak kuat pula.
Alat seperti itu akan tidak terpilih oleh anak. Tidak berarti bahwa pembuatan
alat mainan sendiri perlu dihindari, namun perlu diingat hal-hal yang
terpenting seperti yang sudah disebutkan di atas.
Sumber :
Buletin PADU, Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini, Edisi Khusus 2004
Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini, KemDikNas.
Pendahuluan
Media masa
banyak menyebutkan atau memberitakan perbuatan-perbuatan yang banyak membuat
kita menarik napas dalam-dalam, pelecehan seksual (bahkan pemerkosaan) terhadap
balita, konsumsi Narkoba atau perbuatan kekerasan lain yang berorientasi
kriminal yang banyak dilakukan remaja belasan tahun. Para remaja pada masa-masa
kini telah melakukan tindakan-tindakan yang bagi kaum dewasa tindakan tersebut
dianggap sebagai perbuatan kriminal. Perbuatan kekerasan ini dikategorikan
sebagai deliquency (delinkuen, Ind.) yang didefinisikan oleh Prof. Fuad Hasan
sebagai perbuatan asosial yang dilakukan oleh anak remaja yang apabila
perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, perbuatan tersebut disebut
sebagai tindak kejahatan.
May dalam
bukunya crime and the social structure (1983) menganggap bahwa delinkuen itu
merupakan satu manifestasi dari kebudayaan remaja. Karena para remaja pelaku
delinkuen ini berada pada periode transisi dimana perilaku asosialnya
berhubungan dengan pergolakan hati, dan dalam kelanjutannya dianggap sebagai
proses perkembangan pribadi seorang anak dalam fase perkembangannya. Sebagai
sebuah proses perkembangan maka dalam internalisasinya mengandung berbagai
macam aspek; kedewasaan sosial, penerimaan satu identitas kedewasaan, adanya
ambisi materiil yang tidak terkendali dan kurangnya disiplin diri.
Produk Kondisi Masyarakat
Delinkuen
itu sendiri sebenarnya tidak berdiri sendiri atau lepas dari pengaruh
lingkungan tetapi lebih jauh delinkuen merupakan produk dari kondisi
masyarakatnya (Social Life Product) dengan segala pergolakan sosial yang ada
didalamnya, kemudian bermetamorfosis menjadi penyakit masyarakat (patologi
sosial). Hal ini melahirkan satu bentuk pertanyaan mengapa pergolakan sosial
masyarakat mempunyai efek yang berpengaruh besar dalam memainkan peranannya
menstimuli perilaku delinkuen para remaja? DR. Kartini Kartono mencoba memberi
jawaban dengan menjelaskan bahwa para remaja cenderung terpengaruh stimulasi
sosial yang jahat.
Stimulasi-stimulasi
sosial ini dapat berupa; lingkungan kelas sosial, ekonomi rendah, alkoholisme
dan budaya kekerasan dalam masyarakat, ketidakstabilan politik dan pergolakan
sosial lainnya. Disamping hal ini, hal lain yang mempengaruhinya adalah
pendidikan massal yang tidak menekankan watak dan kepribadian anak, kurangnya
usaha orang tua dan orang dewasa didalam menekankan moralitas dan keyakinan
beragama serta kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial pada anak remaja,
meskipun, motif-motif pribadi dari kejiwaan anak juga menunjang delinkuen para
remaja, seperti; memuaskan kecendrungan keserakahan, meningkatnya agresifitas
dan dorongan seksual, sifat manja dan mental yang lemah, hasrat berkumpul
dengan peer (teman Sebaya), kecenderungan anak berimitasi, pembawaan patologis
atau abnormal dari anak itu sendiri, konflik batin dan pelarian diri yang
berujung pada pembelan diri yang irasional. ( DR. Kartini Kartono: Patologi
sosial dan kenakalan remaja, 2002)
Aspek Hukum Remaja Delinkuen
Delinkuen
ini dalam tataran fakta dibagi menjadi dua jenis; delinkuen sosial dan
delinkuen Individual, dipandang sosiologis apabila remaja memusuhi konteks
kemasyarakatan. Dimana para remaja tidak merasa bersalah apabila perbuatan yang
dilakukannya tidak merugikan kelompok atau dirinya meskipun menimbulkan
keresahan pada masyarakat, sedang dalam perspektif individual para remaja yang
delinkuen memusuhi semua orang, baik itu orang tua, PR atau gurunya.
Masyarakat
akhirnya menghadapi masalah yang dilematik dalam menimbang dan memutuskan satu
perbuatan anak, apakah dikategorikan sebagai tindak kriminal atau disimpulkan
sebagai delinkuen. Tetapi untuk menentukannya faktor hukum pidana sebagai hukum
positif mutlak diperhatikan dan pendapat para pakar hukum anglo saxon yang
menentukan delinkuensi ditinjau dari hukum pidana dapat juga dijadikan acuan.
Para ahli ini memandang bahwa delinkuen adalah perbuatan dan tingkah laku yang
merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaraan
terhadap norma-norma kesusilaan yang dilakukan anak remaja, disamping itu
mereka juga memandang bahwa delinkuen ini dilakukan oleh offenders (pelaku
kejahatan) yang terdiri dari anak (berumur dibawah 21 tahun) yang termasuk
yuridiksi pengadilan anak.
Dalam
konteks keindonesiaan masalah delinkuen ini telah mendapat pegangan baku dalam
aspek yuridis formal. Dalam hukum pidana pengaturannya tersebar dalam beberapa
pasal, tetapi pasal akarnya adalah pasal 45, 46, 47 KUHP, sedang dalam KUH
Perdata masalah ini diatur dalam pasal 302 dan semua pasal yang ditunjuk dan
terkait.
Seorang
remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang dipandang kriminal oleh masyarakat
umum, harus berhadapan dengan pengadilan untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya secara hukum positif. Tugas seorang hakim menjadi amat mulia,
karena dia harus teliti dan seksama dalam memutuskan apakah seorang anak telah
mampu membedakan secara hukum akses dari perbuatannya. Apabila seorang hakim
memandang bahwa seorang anak telah mampu membedakan secara hukum, maka hakim
memutuskan hukum pidana kepadanya dengan pengurangan 1/3 hukuman pidana biasa
atau alternatif lain anak tersebut diserahkan kepada negara untuk di didik tanpa
hukuman pidana apapun, tetapi apabila anak tersebut dipandang oleh hakim belum
mampu membedakan perbuatannya secara hukum maka anak tersebut dikembalikan
kepada orang tua atau wali untuk diasuh tanpa hukuman pidana apapun (Drs.
Sudarsono SH; kenakalan remaja, 1995)
Hukuman yang
diberikan pada remaja ini dimaknai sesuai dengan tujuan hukuman yaitu
melindungi ketertiban umum sebagai usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaran
hukum. Hukum yang dikenakan bukanlah satu pembalasan dendam, para perilaku delliquen
tetaplah manusia, yang satu atau lain hal menyebabkannya terperosok pada lembah
perilaku yang salah. Harapan dari hal ini lebih jauh akan menimbulkan
kontramotif yang merupakan satu pressing kepada jiwa.
Hak
menghukum atau Yuspuniendi berada dalam tangan negara. Negara lewat tangan
pengadilan yang bersih adalah satu kekuatan yang mempunyai otoritas. Otoritas
ini tidak berhak dimiliki masyarakat, kelompok tertentu apalagi satu sosok
individu, karena sebagaimana kekhawatiran Howard B. kaplan dalam patterns of
Juvenille delinquency (1984), lingkungan sosial dalam merespon satu tindakan
delinkuen ini kadangkala didasarkan pada karakteristik sosial pelakunya, satu
tindakan delinkuen dari satu ras atau kelompok sosial tertentu akan lebih mudah
dijatuhi hukuman yang keras dibandingkan apabila perbuatan ini dilakukan oleh
ras atau kelompok yang lain. Dalam konteks ini perlakuan masyarakat terhadap
perilaku delikuen bersifat diskriminatif sebagai olahan atas interpretasi
ketidak sukaan terhadap ras atau kelompok sosial tertentu.
Lebih jauh
dalam perkembangan kekinian negara adalah pemegang kendali dalam
pemasyarakatan. Wacana multikulturalisme yang menawarkan kesetaraan dalam hak,
kewajiban dan hukum bagi setiap anggota masyarakat, dengan kata lain negara
adalah wadah yang mengakomodir dua hal yang menjadi pandangan krusial:
kesetaraan dalam perbedaan sehingga mampu menekan konflk sosial baik horizontal
ataupun vertikal yang terjadi dalam masyarakat. Apalagi dalam konteks
keindonesiaan yang tingkat heterogenitasnya sangat tinggi. Hal inilah yang
membuat kekuasaan mutlak negara memegang peranan penting sebagai penyeimbang
atau faktor yang dapat berdiri netral. (Neutral and Balancing Factors)
Upaya Resosialisasi Pelaku Delinkuen
Membuang
pelaku delikuen atau menjauhkannya adalah satu tindakan yang tidak bijak
ditinjau dari segi manapun, satu kesalahan yang dilakukan remaja tidak berarti
menjadikannya seseorang yang dipandang bukan lagi manusia, dia tetap menusia
sempurna yang mempunyai hak dan kewajiban sebagai makhluk mulia. Satu hal yang
pasti adalah usaha untuk melakukan sosialisasi kembali remaja delinkuen untuk
kembali ke lingkungan sosial masyarakatnya mutlak diperlukan. Setidaknya
terdapat tiga buah upaya resosialisasi remaja delinkuen:
Yang pertama
adalah pendidikan, sebuah upaya untuk menjadikan seorang remaja memahami
fungsinya sebagai bagian dari lingkungan sosial, Pendidikan juga berfungsi
menanamkan nilai-nilai sosial kemasyarakatan pada diri anak, disamping itu
pendidikan mencoba untuk membentuk nilai-nilai remaja agar sesuai dengan
nilai-nilai orang dewasa dan mengembangkan keterampilan sosial dan kecakapan
sosial. Pendidik memegang peranan penting dalam menyukseskan misi ini, pendidik
dipandang sebagai dinamisator dan motivator perkembangan mental remaja, agar
sesuai dengan harapan masyarakatnya (The Ideal Society Hope) dengan
melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang diamanatkan lingkungan sosial kepada
para remaja. Pendidik juga berperan dalam membangun sistem kepercayan,
penghargaan dan ketetapan yang terjadi dibawah sadar para remaja tentang
tindakan yang benar dan yang salah, untuk memastikan satu individu berusaha
sesuai dengan harapan masyarakat, hal ini sesuai yang dikatakan Philip G.
Zimbardo dalam Psycology and Life ( 1985) tentang nilai-nilai moral (Morality)
Yang kedua
adalah mengembangkan dinamika kelompok, Prof. Monk, Prof. Knoers dan DR. Sri
Rahayu dalam Psikologi perkembangan (1982) mengatakan masa remaja adalah fase
perantara untuk anak dalam memasuki dunia nyata dan menunaikan tugas sosial,
mengutip perkataan Futler, yang meninjau dari sudut pandang fenomenologis
mereka mengutarakan bahwa masa tingkah laku moral yang sesungguhnya baru akan
timbul pada masa remaja sebagai periode masa muda yang harus dihayati untuk
dapat mencapai tingkah laku moral yang otonom, eksistensi muda sebagai
keseluruhan merupakan masalah moral yang dalam hal ini harus dilihat sebagai
hal yang bersangkutan dengan nilai-nilai. Erikson (1964) menambahkan bahwa
identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya
dan apa perannya dalam masyarakat.
Berdasarkan
hal ini maka para remaja sebenarnya memahami nilai-nilai yang ada dalam
masyarakatnya dan mampu melaksanakannya untuk kemudian diinternalisasikan
menjadi nilai-nilai kepribadian. Perkembangan ke arah ini tidak terjadi dengan
sendirinya, melainkan hanya melalui hubungan dan pergaulan dengan
komponen-komponen yang lain. Semua orang tanpa kecuali hidup di beberapa
kelompok, mulai dari keluarga, kelompok sebaya, kelas dan kelompok lain-lainya.
Setiap kelompok itu mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yang kadangkala tercapai
tujuannya tetapi kadangkala juga tidak, dalam hal ini kelompok sebaya merupakan
perantara yang penting bagi para remaja seperti argumentasi dari Horrocks dan
Benimof (1966) dimana kelompok ini merupakan dunia nyata yang menyiapkan
panggung dimana remaja dapat menguji diri sendiri dan orang lain, didalam
kelompok sebaya remaja merumuskan dan memperbaiki dirinya.
Disinilah ia
dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan
sangsi-sangsi dunia dewasa yang justru ingin dihindarinya. Kelompok sebaya
memberikan sebuah dunia yang dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana
nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa
melainkan oleh teman-teman seusianya. Jadi, didalam masyarakat sebaya inilah
remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan disitu pulalah
ia dapat menemukan dunia yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin
apabila ia mampu melakukannya. Kecuali itu, kelompok sebaya merupakan hiburan
utama remaja, untuk itulah keterlibatan merupakan suatu hal yang krusial bagi
remaja, Karena remaja merupakan bagian dari masyarakat yang hidup didalamnya.
Terkadang
memang terjadi ketegangan atau pertentangan antara pribadi remaja dengan
masyarakatnya, maka disinilah dinamika kelompok berperan menjembatani remaja
dalam memperkuat pribadinya untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Dalam
kelompok ini remaja bergaul dengan orang lain, tumbuh menjadi dewasa melalui
interaksi dan akhirnya berkembang menjadi manusia yang utuh.
Dan yang
ketiga adalah keterampilan, secara psikologis menurut piaget (1969) masa remaja
adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurang nya dalam
masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek
efektif. Kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan
intelektual yang mencolok. Tranformasi intelektual yang khas dari cara berpikir
remaja ini memungkinkan remaja untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial
orang dewasa.
Sebagai
anggota masyarakat para remaja memerlukan ketrampilan untuk sandaran masa
depan, dengan keterampilan yang dimilikinya diharapkan para remaja memahami
perkembangan yang terjadi dalam masyarakatnya dan aktif mendorong kemajuan
masyarakatnya, para remaja ini mampu berpartisipasi dan berperan aktif dalam
pembangunan. Meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan
dilingkungan sosial menjadikannya memiliki wawasan sosial yang semakin baik,
dan bila ini terus berlanjut akan menambah keterampilan dan memperbesar
partisipai sosial, ini berarti semakin memperbesar kompetensi sosial remaja
yang pada akhirnya akan mengeliminir remaja menjadi kelompok yang pasif (Pasif
Community) yang kekosongan waktunya ini dapat membuatnya melampiaskan
kekecewaan jiwa pada masyarakatnya.
Penutup
Para remaja
pada dasarnya masih mempunyai rentang kehidupan yang jauh, masih ada sisa-sisa
zaman yang harus di isi oleh para remaja. Perilakunya merupakan masalah yang
kompleks dari interaksi dengan masyarakat, ia merupakan akumulasi dari
kompleksitas masalah-masalah sosial masyarakat yang didiaminya. Bahkan secara
lebih lanjut adalah perpanjangan dari konflik dan gejolak politik, terlalu naif
bila perilaku ini hanya dilimpahkan kepada para remaja dan dunia pendidikan
karena banyak aspek yang terkait didalamnya. Kesalahan para pemaja seharusnya
tidak lantas melemparkannya dari hakikat-hakikat insaniahnya sebagai makhluk
mulia dan bermartabat, upaya penerimaan kembali masyarakat adalah tuntutan
obyektif yang tidak mungkin kita nafikan bila prilaku delinkuen ini ingin kita
carikan solusi. Karena proses resosialisasi merupakan salah satu kedewasaan masyarakat
untuk kembali belajar mendialogkan persoalan ini. Negara sebagai pemegang
kebijakan harus bertindak tegas dan bijaksana untuk meredam dan mengeliminir
budaya kekerasan yang akhir-akhir ini menjadi eforia di masyarakat Indonesia
*********
Daftar Bacaan:
1. Zimbardo,
Philip G, Psycology and life, Scott Foresman and Company, Glen View, Illinois
London, England, 1985
2. Monks.
Prof, Knoers AMP, Prof. dan Sri Rahayu DR, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press: 1982
3. John B. May,
Crime and The Social Structure, faber London : 1983
4. Kartini
Kartono DR Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja, Grafindo Persada jakarta: 2002
STRATEGI dan PEMBELAJARAN
HAKIKAT PENDIDIKAN
DAN PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK
Pengertian
Pendidikan dan Komponen-komponen Pendidikan
Dalam arti luas
pendidikan adalah segala bentuk pengalaman belajar yang berlangsung dalam
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan
seoptimal mungkin sejak lahir sampai akhir hayat. Dalam arti sempit, pendidikan
identik dengan persekolahan di mana pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan
pembelajaran yang terprogram dan terencana secara formal. Pendidikan merupakan
suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain tidak
dapat dipisahkan dan saling berhubungan satu sama lain. Komponen-komponen
tersebut meliputi: 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4)
kurikulum, 5) fasilitas pendidikan, dan 6) interaksi edukatif.
Para ahli pendidikan
anak berpendapat bahwa pendidikan TK merupakan pendidikan yang dapat membantu
menumbuhkembangkan anak dan pendidikan dapat membantu perkembangan anak secara
wajar. Pada hakikatnya pendidikan TK/usia dini adalah pemberian upaya untuk
menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang
akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Pendidikan anak usia
dini pada hakikatnya adalah upaya untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Hakikat
Pembelajaran di Taman Kanak-kanak
Pada hakikatnya
anak itu unik, mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan, bersifat
aktif dan energik, egosentris, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, antusias
terhadap banyak hal, bersifat eksploratif dan berjiwa petualang, kaya dengan
fantasi, mudah frustrasi, dan memiliki daya perhatian yang pendek. Masa anak
merupakan masa belajar yang potensial.
Kurikulum untuk
anak usia dini/TK harus benar-benar memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan tahap
perkembangan dan harus dirancang untuk membuat anak mengembangkan potensi
secara utuh. Baik Kurikulum TK 1994 maupun Kurikulum TK 2004 pada dasarnya sama
memuat aspek-aspek perkembangan yang dipadukan dalam bidang pengembangan yang
utuh yang mencakup bidang pengembangan perilaku melalui pembiasaan dan bidang
kemampuan dasar.
Pembelajaran anak
usia dini/TK pada hakikatnya adalah pembelajaran yang berorientasi bermain
(belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar), pembelajaran yang berorientasi
perkembangan yang lebih banyak memberi kesempatan kepada anak untuk dapat
belajar dengan cara-cara yang tepat. Pendekatan yang paling tepat adalah
pembelajaran yang berpusat pada anak
KARAKTERISTIK
PERKEMBANGAN ANAK USIA TK
Hakikat
Perkembangan
Perkembangan dan
pertumbuhan merupakan satu proses dalam kehidupan manusia yang berlangsung
secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai akhir hayat. Perkembangan juga
diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh seorang individu menuju
tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan baik itu menyangkut aspek fisik maupun psikis.
Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling
ketergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organisme.
Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan mendalam
(meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung
secara bertahap dan berurutan.
Perkembangan
memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut. 1) Perkembangan merupakan proses yang
tidak pernah berhenti. 2) Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi. 3)
Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu. 4) Perkembangan terjadi pada
tempat yang berlainan. 5) Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas. 6)
Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan.
Fase perkembangan
dapat diartikan sebagai penahapan atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan
individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu.
Para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda tentang pembabakan atau
periodisasi perkembangan ini. Pendapat-pendapat tersebut secara garis besar
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan analisis biologis, didaktis,
dan psikologis.
Karakteristik
Perkembangan Anak Taman Kanak-kanak
Perkembangan anak
usia TK yang terentang antara usia empat sampai dengan enam tahun merupakan
bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Perkembangan pada usia ini
mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, sosial emosional, serta
bahasa.
Ketika anak
mencapai tahapan usia TK (3 sampai 6 tahun), terdapat ciri yang sangat berbeda
dengan usia bayi. Perbedaannya terletak pada penampilan, proporsi tubuh, berat
dan panjang badan, serta keterampilan yang mereka miliki.
Dilihat dari
tahapan menurut Piaget, anak usia TK berada pada tahapan praoperasional, yaitu
tahapan di mana anak belum menguasai operasi mental secara logis. Periode ini
ditandai dengan berkembangnya kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili
sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol-simbol. Melalui kemampuan tersebut
anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal.
Perkembangan emosi
berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Pada tahap ini emosi anak
usia prasekolah lebih rinci atau terdiferensiasi, anak cenderung
mengekspresikan emosi dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering mereka
perlihatkan dan sering berebut perhatian guru.
Perkembangan
sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan
aturan-aturan masyarakat dimana anak itu berada. Perkembangan sosial anak
merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar hasil dari kematangan.
Perkembangan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar
dari berbagai respons terhadap dirinya. Bagi anak prasekolah, kegiatan bermain
menjadikan fungsi sosial anak semakin berkembang.
Anak prasekolah
biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan yang
dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara
seperti bertanya, berdialog, dan menyanyi. Sejak usia dua tahun anak sangat
berminat untuk menyebut nama benda. Minat tersebut terus berlangsung sehingga
dapat menambah perbendaharaan kata.
PEMBELAJARAN YANG
BERORIENTASI PERKEMBANGAN
Prinsip-prinsip
Perkembangan Anak
Penyelenggaraan
pendidikan Taman Kanak-kanak menuntut pendidik yang memiliki kemampuan
profesional, sosial dan pribadi yang baik. Salah satu kemampuan yang harus
dimiliki oleh pendidik atau guru Taman Kanak-kanak adalah memahami perkembangan
anak. Pemahaman tentang karakteristik perkembangan anak memberikan kontribusi
terhadap pendidik untuk merancang kegiatan, menata lingkungan belajar, mengimplementasikan
pembelajaran serta mengevaluasi perkembangan dan belajar anak.
Prinsip-prinsip
perkembangan anak meliputi: (1) anak berkembang secara holistik, (2)
perkembangan terjadi dalam urutan yang teratur, (3) perkembangan anak
berlangsung pada tingkat yang beragam di dalam dan di antara anak, (4)
perkembangan baru didasarkan pada perkembangan sebelumnya, (5) perkembangan
mempunyai pengaruh yang bersifat kumulatif.
Prinsip-prinsip
perkembangan anak tersebut memberikan implikasi bagi pendidik dalam menentukan
tujuan, memilih bahan ajar, menentukan strategi, memilih dan menggunakan media,
serta mengevaluasi perkembangan dan mendukung belajar anak secara optimal.
Dasar Pemikiran
dan Pengertian Pembelajaran yang Berorientasi Perkembangan
Ada beberapa hal
yang mendasari munculnya praktik pembelajaran yang berorientasi perkembangan,
antara lain meningkatnya praktik pembelajaran yang bersifat formal di
lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini, kuatnya tuntutan dan tekanan orang
tua dan masyarakat terhadap pengajaran yang lebih bersifat akademik,
kesalahpahaman masyarakat tentang konsep pendidikan anak usia dini.
Pembelajaran yang
berorientasi perkembangan mengacu pada tiga hal penting, yaitu (1) berorientasi
pada usia, (2) berorientasi pada anak secara individual, dan (3) berorientasi
pada konteks sosial budaya anak.
Praktik
pembelajaran yang berorientasi perkembangan menekankan pada hal-hal sebagai
berikut: (1) anak secara holistik, (2) program pendidikan yang bersifat
individual, (3) pentingnya kegiatan yang diprakarsai anak, (4) fleksibel,
lingkungan kelas menstimulasi anak, (5) pentingnya bermain sebagai wahana
belajar, (6) kurikulum terpadu, (7) belajar melalui bekerja, (8) memberikan
pilihan kepada anak tentang apa dan bagaimana caranya belajar, (9) penilaian
bersifat kontinu, dan (10) bermitra dengan orang tua untuk mendukung
perkembangan dan belajar anak.
Pembelajaran yang
Berorientasi Perkembangan Untuk Anak Usia Taman Kanak-kanak
Prinisp-prinsip
pembelajaran yang berorientasi perkembangan dapat diidentifikasi dari beberapa
dimensi, sebagai berikut.
Menciptakan iklim
yang positif dan kondusif untuk belajar.
Membantu keeratan
kelompok dan memenuhi kebutuhan individu.
Lingkungan dan
jadwal hendaknya memberi kesempatan kepada anak untuk berpartisipasi aktif,
mengambil inisiatif, melakukan eksplorasi terhadap objek dan lingkungannya.
Pengalaman belajar
hendaknya dirancang secara konkret dan memberi kesempatan kepada anak untuk
memilih kegiatannya sendiri.
Mendorong
anak-anak untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan berbahasa secara
menyeluruh yang meliputi kemampuan berbicara, mendengarkan, membaca dan menulis
dini.
Strategi
pembelajaran dirancang agar anak dapat berinteraksi dengan anak lainnya secara
individual dan dalam kelompok kecil.
Motivasi dan
bimbingan diberikan agar anak mengenal lingkungannya, mengembangkan
keterampilan sosial, pengendalian dan disiplin diri.
Kurikulum
diorganisasikan secara terpadu untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan
anak yang meliputi aspek fisik motorik, sosial emosi, kognitif, bahasa, dan
seni.
Penilaian terhadap
anak dilakukan secara kontinu, melalui observasi.
Mencatat dan
mendokumentasikan hal-hal yang telah dilakukan anak dan cara melakukan kegiatan
tersebut.
PERENCANAAN
PEMBELAJARAN
Pengertian dan
Komponen-komponen Pembelajaran
Perencanaan
pembelajaran adalah rencana yang dibuat oleh guru untuk memproyeksikan kegiatan
apa yang akan dilakukan oleh guru dan anak agar tujuan dapat tercapai.
Perencanaan
pembelajaran mengandung komponen-komponen yang ditata secara sistematis dimana
komponen-komponen tersebut saling berhubungan dan saling ketergantungan satu
sama lain.
Komponen-komponen
perencanaan pembelajaran meliputi:
Tujuan merupakan
komponen pertama dalam perencanaan pembelajaran merupakan proyeksi tentang
hasil belajar atau kemampuan yang harus dicapai anak setelah belajar.
Materi adalah
bahan yang akan diajarkan agar tujuan tercapai.
Kegiatan belajar
mengajar adalah proyeksi kegiatan belajar yang harus dilakukan anak agar tujuan
tercapai.
Media dan sumber
belajar merupakan salah satu komponen yang memberi dukungan terhadap proses
belajar.
Evaluasi merupakan
suatu proses memilih, mengumpulkan informasi untuk membuat keputusan. Evaluasi
sebagai alat untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan.
Prosedur
Penyusunan Perencanaan Pembelajaran
Salah satu tugas
guru adalah membuat perencanaan pembelajaran.
Jenis-jenis
perencanaan di TK meliputi Perencanaan Tahunan, Perencanaan Semester,
Perencanaan Mingguan (SKM), Perencanaan Harian (SKH).
Perencanaan
Tahunan, memuat keterampilan, kemampuan, pembiasaan-pembiasaan dan tema-tema
yang sesuai dengan minat anak dan dekat dengan lingkungan anak.
Perencanaan
semester merupakan penjabaran dari perencanaan tahunan yang dibagi ke dalam dua
semester.
Perencanaan
Mingguan berisi kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai kemampuan yang telah
direncanakan dalam satu minggu sesuai dengan tema pada minggu itu.
Perencanaan Harian
(SKH) merupakan perencanaan operasional yang disusun oleh guru dan merupakan
acuan dalam melaksanakan pembelajaran. SKH dijabarkan dari SKM.
HAKIKAT STRATEGI
PEMBELAJARAN
Konsep Belajar dan
Prinsip-prinsip Belajar Anak
Belajar adalah
proses perubahan perilaku berdasarkan pengalaman dan latihan. Prinsip-prinsip
belajar merupakan suatu ketentuan yang harus dilakukan anak ketika ia belajar.
Anak adalah
pebelajar aktif. Ketika bergerak anak mencari stimulasi yang dapat meningkatkan
kesempatan untuk belajar. Anak menggunakan seluruh tubuhnya sebagai alat untuk
belajar. Anak secara energik mencari cara untuk menghasilkan potensi maksimum.
Belajar anak
dipengaruhi kematangan. Guru harus memahami bagaimana kematangan anak dapat
dicapai dan apa yang perlu dilakukan untuk memfasilitasi matangan tersebut.
Belajar anak
dipengaruhi oleh lingkungan. Tidak hanya lingkungan fisik tetapi juga
lingkungan belajar.
Anak belajar
melalui kombinasi lingkungan fisik, sosial dan refleksi. Dengan pengalaman
tersebut anak memperoleh pengetahuannya. Tugas guru bagaimana menyediakan
lingkungan yang memungkinkan anak memperoleh pengalaman fisik, sosial dan mampu
merefleksikannya.
Anak belajar
dengan gaya yang berbeda. Ada yang tipe visual, tipe auditif dan tipe
kinestetik.
Anak belajar
melalui bermain. Melalui bermain anak dapat memahami menciptakan memanipulasi
simbol-simbol dan mentransformasi objek-objek tersebut
Variabel Strategi
Pembelajaran
Tujuan.
Karakteristik tujuan perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan
strategi pembelajran, apakah berkaitan dengan, pengembangan kognitif, bahasa,
sosial emosi, fisik, moral agama , motorik.
Tema, tema
pembelajaran di TK, meliputi 20 tema, masing-masing tema memiliki karakteristik
tersendiri. Dalam memilih dan menggunakan strategi pembelajaran karakteristik
tema merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan.
Kegiatan. Kegiatan
perlu pula dipertimbangakan karena belajar di TK tidak hanya dilaksanakan di
dalam kelas tetapi juga ada kegiatan belajar di luar kelas.
Anak. Anak perlu
dipertimbangkan, karena anak memilki karakteristik dalam perkembangan dan
belajarnya anak itu unik dan memilki potensi untuk belajar.
Media dan Sumber
belajar. Media dan sumber belajar yang dipilih harus dapat mendukung
terlaksananya proses belajar yang efektif dan relevan dengan strategi
pembelajaran yang dipilih guru.
Guru-guru
merupakan faktor penentu dalam keberhasilan belajar anak. Kepiawaian guru dalam
memilih dan menggunakan strategi pembelajaran merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar anak.
PEMILIHAN STRATEGI
PEMBELAJARAN
Pengertian dan
Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Strategi
pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan murid dalam mewujudkan
kegiatan belajar mengajar. Strategi pembelajaran adalah segala usaha guru untuk
menerapkan berbagai metode pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian strategi pembelajaran menekankan kepada bagaimana aktivitas
guru mengajar dan aktivitas anak belajar.
Terdapat beberapa
kriteria yang harus menjadi pertimbangan guru dalam memilih strategi
pembelajaran, yaitu (1) karakteristik tujuan pembelajaran apakah untuk
pengembangan aspek kognitif, aspek afektif atau psikomotor. Atau apakah
pembelajaran itu bertujuan untuk mengembangkan domain fisik-motorik, kognitif,
sosial emosi, bahasa, dan estetika; (2) karakteristik anak sebagai peserta
didik baik usianya maupun kemampuannya; (3) karakteristik tempat yang akan
digunakan untuk kegiatan pembelajaran apakah di luar atau di dalam ruangan; (4)
karakteristik tema atau bahan ajar yang akan disajikan kepada anak; dan (5)
karakteristik pola kegiatan yang akan digunakan apakah melalui pengarahan
langsung, semi kreatif atau kreatif.
Semua kriteria ini
memberikan implikasi bagi guru untuk memilih stratgei pembelajaran yang paling
tepat digunakan di Taman Kanak-kanak
Karakteristik Cara
Belajar Anak
Anak belajar
dengan cara yang berbeda dengan orang dewasa. Beberapa karakteristik cara
belajar anak itu antara lain (1) anak belajar melalui bermain; (2) anak belajar
dengan cara membangun pengetahuannya; (3) anak belajar secara alamiah, dan (4)
anak belajar paling baik jika yang dipelajarinya menyeluruh, bermakna, menarik,
dan fungsional.
Bermain sebagai
salah satu cara belajar anak memiliki ciri-ciri simbolik, bermakna, aktif,
menyenangkan, suka rela, ditentukan oleh aturan, dan episodik.
Para ahli teori
konstruktivisme mempunyai pandangan tentang cara belajar anak yaitu bahwa anak
belajar dengan cara membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengeksplorasi
objek-objek dan peristiwa yang ada di lingkungannya dan melalui interaksi
sosial dan pembelajaran dengan orang dewasa.
Lingkungan yang
diciptakan secara kondusif akan mengundang anak untuk belajar secara alamiah
tanpa paksaan sehingga apa yang dipelajari anak dari lingkungannya adalah
hal-hal yang benar-benar bermakna, fungsional, menarik dan bersifat menyeluruh.
JENIS-JENIS
STRATEGI PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK
Jenis-jenis
Strategi Pembelajaran Umum di Taman Kanak-kanak
Ada beberapa jenis
strategi pembelajaran umum yang dapat digunakan di Taman Kanak-kanak. Strategi
pembelajaran tersebut pada umumnya lebih menekankan pada aktivitas anak dalam
belajar, namun, tidak berarti peranan guru pasif. Guru harus berperan sebagai
fasilitator yang dapat memberikan kemudahan dan kelancaran kepada anak dalam
proses belajar.
Jenis-jenis
strategi pembelajaran umum tersebut adalah: (1) meningkatkan keterlibatan
indra, (2) mempersiapkan isyarat lingkungan, (3) analisis tugas, (4)
scaffolding, (5) praktik terbimbing, (6) undangan/ajakan, (7) refleksi tingkah
laku/tindakan, (8) refleksi kata-kata, (9) contoh atau modelling, (10)
penghargaan efektif), (11) menceritakan/menjelaskan/menginformasikan, (12)
do-it-signal, (13) tantangan, (14) pertanyaan, dan (15) kesenyapan.
Strategi-strategi
pembelajaran tersebut dapat diintegrasikan atau digabungkan dalam keseluruhan
proses pembelajaran, sehingga tercipta kegiatan belajar yang lebih bervariasi.
Strategi
Pembelajaran Khusus di Taman Kanak-kanak
Terdapat beberapa
jenis strategi pembelajaran khusus yang dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak.
Penerapan strategi pembelajaran khusus tersebut pada prinsipnya sama dengan
penerapan strategi pembelajaran umum, yaitu harus mempertimbangkan
karakteristik tujuan, karakteristik anak dan cara belajarnya, karakteristik
tempat yang akan digunakan, dan pola kegiatan.
Jenis-jenis
strategi pembelajaran khusus tersebut adalah (1) kegiatan eeksploratori, (2)
Penemuan Terbimbing, (3) Pemecahan Masalah, (4) Diskusi, (5) Belajar
Kooperatif, (6) Demonstrasi, dan (7) Pengajaran Langsung.
Di samping
strategi pembelajaran di atas, guru Taman Kanak-kanak dituntut untuk dapat
menggunakan strategi pembelajaran lainnya sehingga pembelajaran menjadi lebih
menarik.
PENERAPAN STRATEGI
PEMBELAJARAN YANG BERPUSAT PADA ANAK
Rasional
Pembelajaran yang Berpusat pada Anak
Anak pada
hakikatnya memiliki potensi untuk aktif dan berkembang. Pembelajaran yang
berpusat pada anak banyak diwarnai paham konstruktivis yang dimotori Piaget dan
Vigotsky.
Anak adalah
pembangun aktif pengetahuannya sendiri. Mereka membangun pengetahuannya ketika
berinteraksi dengan objek, benda, lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial.
Yang melandasi
pembelajaran yang berpusat pada anak adalah pendekatan perkembangan dan
pendekatan belajar aktif.
Belajar aktif
merupakan proses dimana anak usia dini mengeksplorasi lingkungan melalui
mengamati, meneliti, menyimak, menggerakkan badan mereka menyentuh, mencium,
meraba dan membuat sesuatu terjadi dengan objek-objek di sekitar mereka.
Pembelajaran yang
berpusat pada anak memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) prakarsa kegiatan
tumbuh dari minat dan keinginan anak, 2) Anak-anak memilh bahan dan memutuskan
apa yang ingin ia kerjakan, 3) Anak mengekspresikan bahan-bahan secara aktif
dengan seluruh indranya, 4) Anak menemukan sebab akibat melalui pengalaman
langsung, 5) Anak mentransformasikan dan menggabungkan bahan-bahan, 6) Anak
menggunakan otot kasarnya, 7) Anak menceritakan pengalamannya.
Prosedur
Pembelajaran yang Berpusat pada Anak
Pembelajaran yang
berpusat pada anak harus direncanakan dan diupayakan dengan matang. Upaya yang
dilakukan adalah dengan merencanakan dan menyediakan bahan/peralatan yang dapat
mendukung perkembangan dan belajar anak secara komprehensif. Untuk itu perlu
disediakan area-area yang memungkinkan berbagai kegiatan sesuai pilihannya.
Area- area
tersebut meliputi:
Area Pasir dan
Air.
Area Balok.
Area Rumah dan
Bermain Drama.
Area Seni.
Area Manipulatif.
Area Membaca dan
menulis.
Area pertukangan
atau kerja Kayu.
Area musik dan
gerak.
Area komputer.
Area bermain di
luar ruangan.
Pelaksanaan
pembelajaran yang berpusat pada anak meliputi: tahap perencanaan, tahap bekerja
dan tahap melaporkan kembali.
Contoh Penerapan
Pembelajaran yang Berpusat pada Anak
Plan Do Review,
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak. Dalam
pendekatan ini anak diberi kesempatan untuk melakukan sesuai dengan minat dan
keinginannya, mulai dari membuat perencanaan, (Plan), mengerjakan (Do), dan
melaporkan kembali (Review).
Prosedur
pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut:
Tahap merencanakan
(Planning Time).
Pada tahap ini
anak diberi kesempatan untuk membuat rencana dari kegiatan yang akan mereka
lakukan selanjutnya.
Tahap Bekerja
(Work Time).
Tahap ini adalah
tahap dimana anak bermain dan memecahkan masalah. Anak mentransformasikan
rencana ke dalam tindakan.
Tahap Review
(Recall).
Tahap ini
merupakan tahap memperlihatkan apa yang telah dilakukan anak pada tahap
bekerja.
PENERAPAN STRATEGI
PEMBELAJARAN MELALUI BERMAIN
Rasional Strategi
Pembelajaran melalui Bermain
Bermain merupakan
suatu kegiatan yang melekat pada dunia anak. Bermain adalah kodrat anak.
Bermain dapat dipandang sebagai suatu kegiatan yang bersifat voluntir, spontan,
terfokus pada proses, memberi ganjaran secara intrinsik, meyenangkan dan
fleksibel.
Kriteria dalam
kegiatan bermain adalah memotivasi intrinsik, memiliki pengaruh positif, bukan
dikerjakan sambil lalu. Cara bermain lebih diutamakan daripada tujuannya, serta
bermain memiliki kelenturan.
Fungsi bermain
bagai anak TK adalah: Menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Untuk
melakukan berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata. Untuk melakukan
berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata.
Untuk mencerminkan
hubungan dalam keluarga dan pengalaman hidup yang nyata. Untuk menyalurkan
perasaan yang kuat seperti memukul-mukul kaleng. Untuk melepaskan
dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima seperti berperan sebagai pencuri.
Untuk kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan seperti gosok gigi. Untuk
kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan seperti gosok gigi, serta untuk
memecahkan masalah dan mencoba berbagai penyelesaian masalah.
Ditinjau dari
dimensi perkembangan sosial, bermain digolongkan sebagai berikut: bermain
soliter, bermain secara paralel, bermain asosiatif, dan bermain secara
kooperatif.
Prosedur
Pelaksanaan Pembelajaran melalui Bermain Anak
Rancangan kegiatan
bermain meliputi penentuan tujuan dan tema kegiatan bermain; macam kegiatan
bermain; tempat dan ruang bermain; bahan dan peralatan bermain; dan urutan
langkah bermain.
Tujuan kegiatan
bermain bagi anak usia TK adalah untuk meningkatkan pengembangan seluruh aspek
perkembangan anak usia TK, baik perkembangan motorik, kognitif, bahasa,
kreativitas, emosi atau sosial. Kegiatan bermain akan memberikan hasil yang
optimal apabila kegiatan itu dirancang dengan saksama dan tidak secara
kebetulan. Tema yang akan dipilih dapat mengacu pada 20 tema yang terdapat
dalam PKB TK 1994.
Menentukan jenis
kegiatan bermain yang akan dipilih sangat tergantung kepada tujuan dan tema
yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan jenis kegiatan bermain diikuti
dengan jumlah peserta kegiatan bermain. Selanjutnya ditentukan tempat dan ruang
bermain yang akan digunakan, apakah di dalam atau di luar ruangan kelas, hal
itu sepenuhnya tergantung pada jenis permainan yang dipilih.
Sebelum melakukan
kegiatan bermain, bermacam bahan dan peralatan yang sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai perlu dipersiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Langkah
berikutnya adalah menentukan urutan langkah bermain yang disertai dengan
penetapan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh setiap peserta permainan.
Contoh Penerapan
Pembelajaran melalui Bermain
Pelaksanaan
kegiatan bermain terdiri dari tiga kegiatan yaitu:
Kegiatan
prabermain
Kegiatan bermain
Kegiatan penutup
Pada kegiatan
prabermain, terdapat dua macam kegiatan persiapan, yaitu:
Kegiatan penyiapan
siswa dalam melaksanakan kegiatan bermain
Kegiatan penyiapan
bahan dan peralatan yang siap untuk dipergunakan dalam kegiatan bermain
Tahap bermain
terdiri dari rangkaian kegiatan yang berurutan dari awal sampai dengan akhir
kegiatan bermain. Banyaknya kegiatan pada tahap bermain sangat tergantung pada
jenis permainan yang dipilih, serta jumlah anak yang mengikuti permainan.
Kegiatan penutup
merupakan kegiatan akhir dari seluruh langkah kegiatan bermain. Pada kegiatan
ini, guru memberikan penekanan pada aspek-aspek yang sepatutnya dikembangkan
dan dimiliki oleh anak seperti, menunggu giliran, kemampuan bekerja sama,
kemampuan memecahkan masalah dan sebagainya.
Evaluasi atau
penilaian perlu dilaksanakan agar guru mendapatkan umpan balik tentang
keberhasilan kegiatan bermain. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui ketercapaian
tujuan kegiatan bermain yang telah ditetapkan sebelumnya
. PENERAPAN
STRATEGI PEMBELAJARAN MELALUI BERCERITA
Rasional Strategi
Pembelajaran melalui Bercerita
Metode bercerita
merupakan salah satu metode yang banyak dipergunakan di Taman Kanak-kanak.
Metode bercerita merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat
memberikan pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak
secara lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik, dan mengundang
perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi anak TK.
Penggunaan
bercerita sebagai salah satu strategi pembelajaran di Taman Kanak-kanak
haruslah memperhatikan hal-hal berikut:
Isi cerita harus
terkait dengan dunia kehidupan anak TK.
Kegiatan bercerita
diusahakan dapat memberikan perasaan gembira, lucu, dan mengasyikkan sesuai
dengan dunia kehidupan anak yang penuh suka cita
Kegiatan bercerita
harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak TK yang bersifat unik dan
menarik.
Beberapa macam
teknik bercerita yang dapat dipergunakan antara lain guru dapat membaca
langsung dari buku, menggunakan ilustrasi dari buku gambar, menggunakan papan
flannel, menggunakan boneka, bermain peran dalam suatu cerita, atau bercerita
dengan menggunakan jari-jari tangan.
Bercerita
sebaiknya dilakukan dalam kelompok kecil untuk memudahkan guru mengontrol
kegiatan yang berlangsung sehingga akan berjalan lebih efektif. Selain itu
tempat duduk pun harus diatur sedemikian rupa, misalnya berbentuk lingkaran
sehingga akan terjalin komunikasi yang lebih efektif.
Prosedur Penerapan
Pembelajaran melalui Bercerita
Kegiatan bercerita
merupakan kegiatan yang memiliki manfaat besar bagi perkembangan anak serta
pencapaian tujuan pendidikan. Sebelum melaksanakan kegiatan bercerita guru
terlebih dahulu harus merancang kegiatan bercerita berupa langkah-langkah yang
harus ditempuh secara sistematis.
Langkah-langkah
yang harus ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut:
Menetapkan tujuan
dan tema cerita.
Menetapkan bentuk
bercerita yang dipilih.
Menetapkan bahan
dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita.
Menetapkan
rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita.
mengkomunikasikan
tujuan dan tema cerita;
mengatur tempat
duduk;
melaksanakan
kegiatan pembukaan;
mengembangkan
cerita;
menetapkan teknik
bertutur;
mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.
Menetapkan
rancangan penilaian kegiatan bercerita.
Penerapan Strategi
Pembelajaran melalui Bercerita
Penerapan strategi
pembelajaran melalui bercerita mengacu pada prosedur pembelajaran yang telah
dikembangkan sebelumnya, yaitu:
Menetapkan tujuan
dan tema cerita.
Menetapkan bentuk
bercerita yang dipilih.
Menetapkan bahan
dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita.
Menetapkan
rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita:
mengkomunikasikan
tujuan dan tema cerita;
mengatur tempat
duduk;
melaksanakan
kegiatan pembukaan;
mengembangkan
cerita;
menetapkan teknik
bertutur;
mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.
Menetapkan
rancangan penilaian kegiatan bercerita.
Tujuan yang ingin
dicapai melalui kegiatan bercerita serta tema yang dipilih oleh guru menjadi
acuan dalam melaksanakan kegiatan lainnya. Guru memiliki kebebasan untuk
menentukan bentuk cerita yang dipilih, sepanjang bisa menggambarkan isi cerita
dengan baik. Bahan dan alat yang dipergunakan dalam kegiatan bercerita sangat
bergantung kepada bentuk cerita yang dipilih sebelumnya.
Pengaturan tempat
duduk, merupakan hal yang patut mendapat perhatian karena pengaturan yang baik
membuat anak merasa nyaman dan dapat mengikuti cerita di samping teknik
bercerita, dan teknik
tolong donk masukkan juga referensi tulisannyabuku apa saja..
BalasHapus